Markus Nari Akui Pernah Temui Eks Pejabat Kemendagri, tapi Tak Bahas e-KTP
Editor: | Senin, 21-10-2019 - 18:53:42 WIB
JAKARTA,RIAUKontraS.com - Mantan anggota Komisi II DPR, Markus Nari, mengaku pernah bertemu dengan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) Irman dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemendagri Sugiharto di kantor Dukcapil.
Namun, Markus membantah pertemuan itu membahas pengurusan proyek kartu tanda penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP.
Hal itu disampaikan Markus saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (21/10/2019).
"Pernah satu kali Yang Mulia.Saya jelaskan sebelumnya, saya janjian dengan Dirjen di Komisi II bahwa saya akan menyampaikan dengan tim yang kami bawa dari anak-anak ITB, yang ahli dan pintar, ada 4-5 orang kalau enggak salah. Saya juga minta tim teknisnya Pak Irman supaya bisa kita diskusikan," kata Markus.
Berdasarkan surat dakwaan, Markus disebut berkali-kali bertemu Irman di kantor Dukcapil. Namun, pertemuan itu disebut salah satunya meminta fee proyek e-KTP sebesar Rp 5 miliar. Markus menegaskan, ia hanya bertemu sekali dengan Irman dan Sugiharto saat itu.
Ia mengaku berdiskusi soal pemanfaatan fungsi e-KTP agar dapat terkoneksi dengan perbankan, imigrasi, pemilu, dan kebutuhan lain.
"Ini apa artinya cuma diskusi saja. Bukan karena harus mengambil keputusan. Cuma mau memberi masukan-masukan karena sebagai tanggung jawab saja karena saya pernah diskusi di Komisi II saat itu," kata dia.
Markus mengaku sebelum berkunjung ke kantor Dukcapil, ia mengkritik potensi pengeluaran anggaran yang besar hanya demi urusan database e-KTP. Ia ingin anggaran besar untuk e-KTP tak hanya dimanfaatkan untuk urusan database.
"Kami coba-coba selalu diskusikan di forum. Ternyata ada teman yang mengusulkan bahwa sebenernya e-KTP bisa dipakai untuk integrasi dan bisa link ke mana-mana. Dan saya sempat mengusulkan e-KTP itu datanya kita pakai saat Pemilu," kata dia.
"Jadi kita tidak banyak membuang uang negara ketika dipakai chip. Dipakai itu setiap saat Pemilu, KTP itu kita pakai teknologi langsung terlihat dalam layar siapa yang mau kita pilih, jadi enggak perlu buang-buang kertas suara lagi.
Tadinya begitu yang kita pikirkan," kata dia. Dalam persidangan sebelumnya, Irman ketika diperiksa sebagai saksi untuk Markus mengatakan, Markus Nari pernah menemui dirinya dan meminta uang senilai Rp 5 miliar.
"Dia datang ke kantor, dia bilang, 'Pak Irman saya mohon bantuan, tolong dibantu untuk kawan-kawan Komisi II'. Saya tanya berapa Pak, dijawab, 'Saya belum tahu, ya Rp 5 miliar kalau bisalah," kata Irman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Saat itu, Irman mengaku tak bisa memenuhi permintaan uang itu secara personal.
Dalam perkara ini sendiri, Markus didakwa memperkaya diri sebesar 1,4 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.
Menurut jaksa, Markus bersama pihak lain dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.
Menurut jaksa, Markus ikut berperan memengaruhi penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013. Menurut jaksa, uang 1,4 juta dollar AS untuk Markus sebenarnya merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek e-KTP tersebut.
Sumber: kompas.com
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 081261018886 / 085278502555
via EMAIL: riaukontras@gmail.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :